Cari Blog Ini

Jumat, 08 April 2011

PERAN GURU KELAS DALAM BK di SD

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional maka dirumuskan tujuan pendidikan dasar yakni memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah (pasal 3 PP nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar).

Pendidikan dasar merupakan pondasi untuk pendidikan selanjutnya dan pendidikan nasional. Untuk itu aset suatu bangsa tidak hanya terletak pada sumber daya alam yang melimpah, tetapi terletak pada sumber daya alam yang berkualitas. Sumber daya alam yang berkualitas adalah sumber daya manusia, maka diperlukan peningkatan sumber daya manusia Indonesia sebagai kekayaan negara yang kekal dan sebagai investasi untuk mencapai kemajuan bangsa.

Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang bahwa proses pendidikan adalah proses interaksi antara masukan alat dan masukan mentah. Masukan mentah adalah peserta didik, sedangkankan masukan alat adalah tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan materi kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, system administrasi dan supervisi pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem evaluasi serta bimbingan konseling (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:58).

Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.

Di Sekolah Dasar, kegiatan Bimbingan Konseling tidak diberikan oleh Guru Pembimbing secara khusus seperti di jenjang pendidikan SMP dan SMA. Guru kelas harus menjalankan tugasnya secara menyeluruh, baik tugas menyampaikan semua materi pelajaran (kecuali Agama dan Penjaskes) dan memberikan layanan bimbingan konseling kepada semua siswa tanpa terkecuali.

Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, Prayitno (1997:35-36) mengatakan bahwa pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.

Guru Sekolah Dasar harus melaksanakan ketujuh layanan bimbingan konseling tersebut agar setiap permasalahan yang dihadapi siswa dapat diantisipasi sedini mungkin sehingga tidak menggangu jalannya proses pembelajaran. Dengan demikian siswa dapat mencapai prestasi belajar secara optimal tanpa mengalami hambatan dan permasalahan pembelajaran yang cukup berarti.

Realitas di lapangan, khususnya di Sekolah Dasar menunjukkan bahwa peran guru kelas dalam pelaksanaan bimbingan konseling belum dapat dilakukan secara optimal mengingat tugas dan tanggung jawab guru kelas yang sarat akan beban sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling kurang membawa dampak positif bagi peningkatan prestasi belajar siswa.

Selain melaksanakan tugas pokoknya menyampaikan semua mata pelajaran, guru SD juga dibebani seperangkat administrasi yang harus dikerjakan sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling belum dapat dilakukan secara maksimal. Walaupun sudah memberikan layanan bimbingan konseling sesuai dengan kesempatan dan kemampuan, namun agaknya data pendukung yang berupa administrasi bimbingan konseling juga belum dikerjakan secara tertib sehingga terkesan pemberian layanan bimbingan konseling di SD "asal jalan".

Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling tersirat bahwa suatu sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak memiliki sistem pengelolaan yang bermutu. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Untuk itu diperlukan guru pembimbing yang profesional dalam mengelola kegiatan Bimbingan Konseling berbasis kompetensi di sekolah dasar.

Berdasar latar belakang tersebut di atas, penulis tergerak untuk melakukan telaah mengenai peran guru kelas dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka persoalan mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah bagaimana peran guru kelas dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar?

B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Bimbingan dan Konsling di SD

M. Surya (1988:12) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian atau layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.

Bimbingan ialah penolong individu agar dapat mengenal dirinya dan supaya individu itu dapat mengenal serta dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya (Oemar Hamalik, 2000:193).

Bimbingan adalah suatu proses yang terus-menerus untuk membantu perkembangan individu dalam rangka mengembangkan kemampuannya secara maksimal untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:11).

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik sebuah inti sari bahwa bimbingan dalam penelitian ini merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization).

Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, 1997:106).

Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada seseorang supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan pada diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang (Mungin Eddy Wibowo, 1986:39).

Dari pengertin tersebut, dapat penulis sampaikan ciri-ciri pokok konseling, yaitu:
(1) adanya bantuan dari seorang ahli,
(2) proses pemberian bantuan dilakukan dengan wawancara konseling,
(3) bantuan diberikan kepada individu yang mengalami masalah agar memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri dalam mengatasi masalah guna memperbaiki tingkah lakunya di masa yang akan datang.

2. Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD

Jika ditinjau secara mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang melatarbelangi perlunya bimbingan yakni tinjauan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis. Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah barang tentu perlu mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah satunya komponen bimbingan.

Bila dicermati dari sudut sosio kultural, yang melatar belakangi perlunya proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sehingga berdampak disetiap dimensi kehidupan. Hal tersebut semakin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara laju lapangan pekerjaan relatif menetap.

Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
(1) masalah perkembangan individu,
(2) masalah perbedaan individual,
(3) masalah kebutuhan individu,
(4) masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
(5) masalah belajar

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling di SD

Sugiyo dkk (1987:14) menyatakan bahwa ada tiga fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:

a. Fungsi penyaluran ( distributif )

Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan ciri- ciri kepribadiannya. Di samping itu fungsi ini meliputi pula bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah antara lain membantu menempatkan anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain.

b. Fungsi penyesuaian ( adjustif )

Fungsi penyesuaian ialah fungsi bimbingan dalam membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam berbagai teknik bimbingan khususnya dalam teknik konseling, siswa dibantu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya. Fungsi ini juga membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara optimal.

c. Fungsi adaptasi ( adaptif )

Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam rangka membantu staf sekolah khususnya guru dalam mengadaptasikan program pengajaran dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan kemampuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru. Dengan data ini guru berusaha untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para siswanya. Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat (Sugiyo, 1987:14)

4. Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling di SD

Prinsip merupakan paduan hasil kegiatan teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan (Prayitno, 1997:219). Berikut ini prinsip-prinsip bimbingan konseling yang diramu dari sejumlah sumber, sebagai berikut:

a. Sikap dan tingkah laku seseorang sebagai pencerminan dari segala kejiwaannya adakah unik dan khas. Keunikan ini memberikan ciri atau merupakan aspek kepribadian seseorang. Prinsip bimbingan adalah memperhatikan keunikan, sikap dan tingkah laku seseorang, dalam memberikan layanan perlu menggunakan cara-cara yang sesuai atau tepat.

b. Tiap individu mempunyai perbedaan serta mempunyai berbagai kebutuhan. Oleh karenanya dalam memberikan bimbingan agar dapat efektif perlu memilih teknik-teknik yang sesuai dengan perbedaan dan berbagai kebutuhan individu.

c. Bimbingan pada prinsipnya diarahkan pada suatu bantuan yang pada akhirnya orang yang dibantu mampu menghadapi dan mengatasi kesulitannya sendiri.

d. Dalam suatu proses bimbingan orang yang dibimbing harus aktif , mempunyai bayak inisiatif. Sehingga proses bimbingan pada prinsipnya berpusat pada orang yang dibimbing.

e. Prinsip referal atau pelimpahan dalam bimbingan perlu dilakukan. Ini terjadi apabila ternyata masalah yang timbul tidak dapat diselesaikan oleh sekolah (petugas bimbingan). Untuk menangani masalah tersebut perlu diserahkan kepada petugas atau lembaga lain yang lebih ahli.

f. Pada tahap awal dalam bimbingan pada prinsipnya dimulai dengan kegiatan identifikasi kebutuhan dan kesulitan-kesulitan yang dialami individu yang dibimbing.

g. Proses bimbingan pada prinsipnya dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang dibimbing serta kondisi lingkungan masyarakatnya.

h. Program bimbingan dan konseling di sekolah harus sejalan dengan program pendidikan pada sekolah yang bersangkutan. Hal ini merupakan keharusan karena usaha bimbingan mempunyai peran untuk memperlancar jalannya proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.

i. Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah hendaklah dipimpin oleh seorang petugas yang benar-benar memiliki keahlian dalam bidang bimbingan. Di samping itu ia mempunyai kesanggupan bekerja sama dengan petugas-petugas lain yang terlibat.

j. Program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya senantiasa diadakan penilaian secara teratur. Maksud penilaian ini untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program bimbingan. Prinsip ini sebagai tahap evaluasi dalam layanan bimbingan konseling nampaknya masih sering dilupakan. Padahal sebenarnya tahap evaluasi sangat penting artinya, di samping untuk menilai tingkat keberhasilan juga untuk menyempurnakan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling (Prayitno, 1997:219).

5. Kegiatan BK dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi

Berdasakan Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling (2004) dinyatakan bahwakerangka kerja layanan BK dikembangkan dalam suatu program BK yang dijabarkan dalam 4 (empat) kegiatan utama, yakni:

a. Layanan dasar bimbingan

Layanan dasar bimbingan adalah bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh siswa mengembangkan perilaku efektif dan ketrampilan-ketrampilan hidup yang mengacu pada tugas-tugas perkembangan siswa SD.

b. Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh peserta didik saat ini. Layanan ini lebih bersifat preventik atau mungkin kuratif. Strategi yang digunakan adalah konseling individual, konseling kelompok, dan konsultasi. Isi layanan responsif adalah:
(1) bidang pendidikan;
(2) bidang belajar;
(3)bidang sosial;
(4) bidang pribadi;
(5) bidang karir;
(6) bidang tata tertib SD;
(7) bidang narkotika dan perjudian;
(8) bidang perilaku sosial, dan
(9)bidang kehidupan lainnya.

c. Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang membantu seluruh peserta didik dan mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan, karir,dan kehidupan sosial dan pribadinya. Tujuan utama dari layanan ini untuk membantu siswa memantau pertumbuhan dan memahami perkembangan sendiri.

d. Dukungan sistem, adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara dan meningkatkan progam bimbingan secara menyeluruh. Hal itu dilaksanakan melalui pengembangaan profesionalitas, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasihat, masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan (Thomas Ellis, 1990)

Kegiatan utama layanan dasar bimbingan yang responsif dan mengandung perencanaan individual serta memiliki dukungan sistem dalam implementasinya didukung oleh beberapa jenis layanan BK, yakni:
(1) layanan pengumpulan data,
(2) layanan informasi,
(3) layanan penempatan,
(4) layanan konseling,
(5) layanan referal/melimpahkan ke pihak lain, dan
(6) layanan penilaian dan tindak lanjut (Nurihsan, 2005:21).

6. Peran Guru Kelas dalam Kegiatan BK di SD

Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.

Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:

a. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.

b. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.

c. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.

d. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

e. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.

f. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.

g. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.

h. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.

i. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.

C. PENUTUP

1. Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru kelas dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar sangat penting sekali. Sejalan diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi, guru kelas mempunyai peran yang sentral dalam kegiatan BK. Peran tersebut mencakupi peran sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator. Peran tersebut tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, namun merupakan sebuah sistem yang saling melengkapi dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar.

2. Saran

Mewujudkan peran guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK di SD bukanlah hal yang mudah. Hal tersebut dikarenakan, di SD tidak memiliki Guru Pembimbing. Guru kelas memiliki tanggung jawab ganda, di samping mengajar juga membimbing. Oleh karena itu, guru kelas hendaknya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pelaksanaan kegiatan BK sehingga memiliki wawasan yang mendalam terhadap kegiatan-kegiatan BK di Sekolah Dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2004. Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.

M. Surya. 1988. Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan. Jakarta : UT.

Mungin Eddy Wibowo. 1986. Konseling di Sekolah Jilid I. FIP IKIP Semarang.

Nurihsan, Juntika. 2005. Manajemen Bimbingan Konseling di SD Kurikulum 2004. Jakarta: Gramedia Widiasaraan Indonesia.

Oemar Hamalik. 2000. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

PP nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar. Jakarta: Dedpikbud.

Prayitno Erman Amti. 1997. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.

Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sugiyo, dkk. 1987. Bimbingan dan Konseling Sekolah. Semarang: FIP IKIP Semarang.

Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang. 1990. Bimbingan dan Konseling Sekolah. Semarang: IKIP Semarang Press.

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Tamita Jaya Utama

Winkel, 1991, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta : Alfabeta, Ground

PERAN GURU KELAS DALAM PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH DASAR

1. Latar Belakang Masalah

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional maka dirumuskan tujuan pendidikan dasar yakni memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah (pasal 3 PP nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar).

Pendidikan dasar merupakan pondasi untuk pendidikan selanjutnya dan pendidikan nasional. Untuk itu aset suatu bangsa tidak hanya terletak pada sumber daya alam yang melimpah, tetapi terletak pada sumber daya alam yang berkualitas. Sumber daya alam yang berkualitas adalah sumber daya manusia, maka diperlukan peningkatan sumber daya manusia Indonesia sebagai kekayaan negara yang kekal dan sebagai investasi untuk mencapai kemajuan bangsa.

Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang bahwa proses pendidikan adalah proses interaksi antara masukan alat dan masukan mentah. Masukan mentah adalah peserta didik, sedangkankan masukan alat adalah tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan materi kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, system administrasi dan supervisi pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem evaluasi serta bimbingan konseling (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:58).

Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.

Di Sekolah Dasar, kegiatan Bimbingan Konseling tidak diberikan oleh Guru Pembimbing secara khusus seperti di jenjang pendidikan SMP dan SMA. Guru kelas harus menjalankan tugasnya secara menyeluruh, baik tugas menyampaikan semua materi pelajaran (kecuali Agama dan Penjaskes) dan memberikan layanan bimbingan konseling kepada semua siswa tanpa terkecuali.

Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, Prayitno (1997:35-36) mengatakan bahwa pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.

Guru Sekolah Dasar harus melaksanakan ketujuh layanan bimbingan konseling tersebut agar setiap permasalahan yang dihadapi siswa dapat diantisipasi sedini mungkin sehingga tidak menggangu jalannya proses pembelajaran. Dengan demikian siswa dapat mencapai prestasi belajar secara optimal tanpa mengalami hambatan dan permasalahan pembelajaran yang cukup berarti.

Realitas di lapangan, khususnya di Sekolah Dasar menunjukkan bahwa peran guru kelas dalam pelaksanaan bimbingan konseling belum dapat dilakukan secara optimal mengingat tugas dan tanggung jawab guru kelas yang sarat akan beban sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling kurang membawa dampak positif bagi peningkatan prestasi belajar siswa.

Selain melaksanakan tugas pokoknya menyampaikan semua mata pelajaran, guru SD juga dibebani seperangkat administrasi yang harus dikerjakan sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling belum dapat dilakukan secara maksimal. Walaupun sudah memberikan layanan bimbingan konseling sesuai dengan kesempatan dan kemampuan, namun agaknya data pendukung yang berupa administrasi bimbingan konseling juga belum dikerjakan secara tertib sehingga terkesan pemberian layanan bimbingan konseling di SD "asal jalan".

Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling tersirat bahwa suatu sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak memiliki sistem pengelolaan yang bermutu. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Untuk itu diperlukan guru pembimbing yang profesional dalam mengelola kegiatan Bimbingan Konseling berbasis kompetensi di sekolah dasar.

Berdasar latar belakang tersebut di atas, penulis tergerak untuk melakukan telaah mengenai peran guru kelas dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka persoalan mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah bagaimana peran guru kelas dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar?


BAB II
PEMBAHASAN

1. Hakikat Bimbingan dan Konsling di SD

M. Surya (1988:12) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian atau layanan bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.

Bimbingan ialah penolong individu agar dapat mengenal dirinya dan supaya individu itu dapat mengenal serta dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kehidupannya (Oemar Hamalik, 2000:193).

Bimbingan adalah suatu proses yang terus-menerus untuk membantu perkembangan individu dalam rangka mengembangkan kemampuannya secara maksimal untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:11).

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik sebuah inti sari bahwa bimbingan dalam penelitian ini merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami dirinya (self understanding), menerima dirinya (self acceptance), mengarahkan dirinya (self direction), dan merealisasikan dirinya (self realization).

Konseling adalah proses pemberian yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, 1997:106).

Konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada seseorang supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan pada diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang (Mungin Eddy Wibowo, 1986:39).

Dari pengertin tersebut, dapat penulis sampaikan ciri-ciri pokok konseling, yaitu:
(1) adanya bantuan dari seorang ahli,
(2) proses pemberian bantuan dilakukan dengan wawancara konseling,
(3) bantuan diberikan kepada individu yang mengalami masalah agar memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri dalam mengatasi masalah guna memperbaiki tingkah lakunya di masa yang akan datang.

2. Perlunya Bimbingan dan Konseling di SD

Jika ditinjau secara mendalam, setidaknya ada tiga hal utama yang melatarbelangi perlunya bimbingan yakni tinjauan secara umum, sosio kultural dan aspek psikologis. Secara umum, latar belakang perlunya bimbingan berhubungan erat dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu: meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut sudah barang tentu perlu mengintegrasikan seluruh komponen yang ada dalam pendidikan, salah satunya komponen bimbingan.

Bila dicermati dari sudut sosio kultural, yang melatar belakangi perlunya proses bimbingan adalah adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat sehingga berdampak disetiap dimensi kehidupan. Hal tersebut semakin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, sementara laju lapangan pekerjaan relatif menetap.

Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada lima hal yang melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
(1) masalah perkembangan individu,
(2) masalah perbedaan individual,
(3) masalah kebutuhan individu,
(4) masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
(5) masalah belajar

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling di SD

Sugiyo dkk (1987:14) menyatakan bahwa ada tiga fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:

a. Fungsi penyaluran ( distributif )

Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan ciri- ciri kepribadiannya. Di samping itu fungsi ini meliputi pula bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah antara lain membantu menempatkan anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain.

b. Fungsi penyesuaian ( adjustif )

Fungsi penyesuaian ialah fungsi bimbingan dalam membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam berbagai teknik bimbingan khususnya dalam teknik konseling, siswa dibantu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya. Fungsi ini juga membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara optimal.

c. Fungsi adaptasi ( adaptif )

Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam rangka membantu staf sekolah khususnya guru dalam mengadaptasikan program pengajaran dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan kemampuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru. Dengan data ini guru berusaha untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para siswanya. Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat (Sugiyo, 1987:14)

4. Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling di SD

Prinsip merupakan paduan hasil kegiatan teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan (Prayitno, 1997:219). Berikut ini prinsip-prinsip bimbingan konseling yang diramu dari sejumlah sumber, sebagai berikut:

a. Sikap dan tingkah laku seseorang sebagai pencerminan dari segala kejiwaannya adakah unik dan khas. Keunikan ini memberikan ciri atau merupakan aspek kepribadian seseorang. Prinsip bimbingan adalah memperhatikan keunikan, sikap dan tingkah laku seseorang, dalam memberikan layanan perlu menggunakan cara-cara yang sesuai atau tepat.

b. Tiap individu mempunyai perbedaan serta mempunyai berbagai kebutuhan. Oleh karenanya dalam memberikan bimbingan agar dapat efektif perlu memilih teknik-teknik yang sesuai dengan perbedaan dan berbagai kebutuhan individu.

c. Bimbingan pada prinsipnya diarahkan pada suatu bantuan yang pada akhirnya orang yang dibantu mampu menghadapi dan mengatasi kesulitannya sendiri.

d. Dalam suatu proses bimbingan orang yang dibimbing harus aktif , mempunyai bayak inisiatif. Sehingga proses bimbingan pada prinsipnya berpusat pada orang yang dibimbing.

e. Prinsip referal atau pelimpahan dalam bimbingan perlu dilakukan. Ini terjadi apabila ternyata masalah yang timbul tidak dapat diselesaikan oleh sekolah (petugas bimbingan). Untuk menangani masalah tersebut perlu diserahkan kepada petugas atau lembaga lain yang lebih ahli.

f. Pada tahap awal dalam bimbingan pada prinsipnya dimulai dengan kegiatan identifikasi kebutuhan dan kesulitan-kesulitan yang dialami individu yang dibimbing.

g. Proses bimbingan pada prinsipnya dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang dibimbing serta kondisi lingkungan masyarakatnya.

h. Program bimbingan dan konseling di sekolah harus sejalan dengan program pendidikan pada sekolah yang bersangkutan. Hal ini merupakan keharusan karena usaha bimbingan mempunyai peran untuk memperlancar jalannya proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.

i. Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah hendaklah dipimpin oleh seorang petugas yang benar-benar memiliki keahlian dalam bidang bimbingan. Di samping itu ia mempunyai kesanggupan bekerja sama dengan petugas-petugas lain yang terlibat.

j. Program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya senantiasa diadakan penilaian secara teratur. Maksud penilaian ini untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program bimbingan. Prinsip ini sebagai tahap evaluasi dalam layanan bimbingan konseling nampaknya masih sering dilupakan. Padahal sebenarnya tahap evaluasi sangat penting artinya, di samping untuk menilai tingkat keberhasilan juga untuk menyempurnakan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling (Prayitno, 1997:219).

5. Kegiatan BK dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi

Berdasakan Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling (2004) dinyatakan bahwakerangka kerja layanan BK dikembangkan dalam suatu program BK yang dijabarkan dalam 4 (empat) kegiatan utama, yakni:

a. Layanan dasar bimbingan

Layanan dasar bimbingan adalah bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh siswa mengembangkan perilaku efektif dan ketrampilan-ketrampilan hidup yang mengacu pada tugas-tugas perkembangan siswa SD.

b. Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh peserta didik saat ini. Layanan ini lebih bersifat preventik atau mungkin kuratif. Strategi yang digunakan adalah konseling individual, konseling kelompok, dan konsultasi. Isi layanan responsif adalah:
(1) bidang pendidikan;
(2) bidang belajar;
(3)bidang sosial;
(4) bidang pribadi;
(5) bidang karir;
(6) bidang tata tertib SD;
(7) bidang narkotika dan perjudian;
(8) bidang perilaku sosial, dan
(9)bidang kehidupan lainnya.

c. Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang membantu seluruh peserta didik dan mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan, karir,dan kehidupan sosial dan pribadinya. Tujuan utama dari layanan ini untuk membantu siswa memantau pertumbuhan dan memahami perkembangan sendiri.

d. Dukungan sistem, adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara dan meningkatkan progam bimbingan secara menyeluruh. Hal itu dilaksanakan melalui pengembangaan profesionalitas, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasihat, masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan (Thomas Ellis, 1990)

Kegiatan utama layanan dasar bimbingan yang responsif dan mengandung perencanaan individual serta memiliki dukungan sistem dalam implementasinya didukung oleh beberapa jenis layanan BK, yakni:
(1) layanan pengumpulan data,
(2) layanan informasi,
(3) layanan penempatan,
(4) layanan konseling,
(5) layanan referal/melimpahkan ke pihak lain, dan
(6) layanan penilaian dan tindak lanjut (Nurihsan, 2005:21).

6. Peran Guru Kelas dalam Kegiatan BK di SD

Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.

Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:

a. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.

b. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.

c. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.

d. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

e. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.

f. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.

g. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.

h. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.

i. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.

Konsep Bimbingan Karier Ditulis Oleh ; Wahid SUharmawan

Konsep bimbingan jabatan lahir bersamaan dengan konsep bimbingan di Amerika Serikat pada awal abad keduapuluh, yang dilatari oleh berbagai kondisi obyektif pada waktu itu (1850-1900), diantaranya : (1) keadaan ekonomi; (2) keadaan sosial, seperti urbanisasi; (3) kondisi ideologis, seperti adanya kegelisahan untuk membentuk kembali dan menyebarkan pemikiran tentang kemampuan seseorang dalam rangka
meningkatkan kemampuan diri dan statusnya; dan (4) perkembangan ilmu (scientific), khususnya dalam bidang ilmu psiko-fisik dan psikologi eksperimantal yang dipelopori oleh Freechner, Helmotz dan Wundt, psikometrik yang dikembangkan oleh Cattel, Binnet dan yang lainnya Atas desakan kondisi tersebut, maka muncullah gerakan bimbingan jabatan (vocational guidance) yang tersebar ke seluruh negara (Crites, 1981 dalam Bahrul Falah, 1987).


Isitilah vocational guidance pertama kali dipopulerkan oleh Frank Pearson pada tahun 1908 ketika ia berhasil membentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu anak-anak muda dalam memperoleh pekerjaan.
Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance lebih merujuk pada usaha membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki suatu pekerjaan.

Namun sejak tahun 1951, para ahli mengadakan perubahan pendekatan dari model okupasional (occupational) ke model karier (career). Kedua model ini memliki perbedaan yang cukup mendasar, terutama dalam landasan individu untuk memilih jabatan. Pada model okupasional lebih menekankan pada kesesuaian antara bakat dengan tuntutan dan persyaratan pekerjaan. Sedangkan pada model karier, tidak hanya sekedar memberikan penekanan tentang pilihan pekerjaan, namun mencoba pula menghubungkannya dengan konsep perkembangan dan tujuan-tujuan yang lebih jauh sehingga nilai-nilai pribadi, konsep diri, rencana-rencana pribadi dan semacamnya mulai turut dipertimbangkan.

Bimbingan karier tidak hanya sekedar memberikan respon kepada masalah-masalah yang muncul, akan tetapi juga membantu memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaan. Penggunaan istilah karier didalamnya terkandung makna pekerjaan dan jabatan sekaligus rangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan hidup seseorang. Hattari (1983) menyebutkan bahwa istilah bimbingan karier mengandung konsep yang lebih luas. Bimbingan jabatan menekankan pada keputusan yang menentukan pekerjaan tertentu sedangkan bimbingan karier menitikberatkan pada perencanaan kehidupan seseorang dengan mempertimbangkan keadaan dirinya dengan lingkungannya agar ia memperoleh pandangan yang lebih luas tentang pengaruh dari segala peranan positif yang layak dilaksanakannya dalam masyarakat.

Perubahan istilah dari bimbingan jabatan (vocational guidance) ke bimbingan karier mengandung konsekuensi terhadap peran dan tugas konselor dalam memberikan layanan bimbingan terhadap para siswanya. Peran dan tugas konselor tidak hanya sekedar membimbing siswa dalam menentukan pilihan-pilihan kariernya, tetapi dituntut pula untuk membimbing siswa agar dapat memahami diri dan lingkungannya dalam rangka perencanaan karier dan penetapan karier pada kehidupan masa mendatang. Dalam perkembangannya, sejalan dengan kemajuan dalam bidang teknologi informasi dewasa ini, bimbingan karier merupakan salah satu bidang bimbingan yang telah berhasil mempelopori pemanfaatan teknologi informasi, dalam bentuk cyber counseling.

Sementara itu, dalam perspektif pendidikan nasional, pentingnya bimbingan karier sudah mulai dirasakan bersamaan dengan lahirnya gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia pada pertengahan tahun 1950-an, berawal dari kebutuhan penjurusan siswa di SMA pada waktu itu. Selanjutnya, pada tahun 1984 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1984, bimbingan karier cukup terasa mendominasi dalam layanan bimbingan dan penyuluhan dan pada tahun 1994, bersamaan dengan perubahan nama bimbingan penyuluhan menjadi bimbingan dan konseling dalam Kurikulum 1994, bimbingan karier ditempatkan sebagai salah bidang bimbingan.

Sampai dengan sekarang ini bimbingan karier tetap masih merupakan salah satu bidang bimbingan. Dalam konsteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, dengan diintegrasikannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) dalam kurikulum sekolah, maka peranan bimbingan karier sungguh menjadi amat penting, khususnya dalam upaya membantu siswa dalam memperoleh kecakapan vokasional (vocational skill), yang merupakan salah jenis kecakapan dalam Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education).

Terkait dengan penjabaran kompetensi dan materi layanan bimbingan dan konseling di SMTA, bidang bimbingan karier diarahkan untuk :

1. Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan.
2. Pemantapan orientasi dan informasi karier pada umumnya dan karier yang hendak dikembangkan pada khususnya.
3. Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4. Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki tamatan SMTA.
5. Orientasi dan informasi terhadap pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan.
6. Khusus untuk Sekolah Menengah Kejuruan; pelatihan diri untuk keterampilan kejuruan khusus pada lembaga kerja (instansi, perusahaan, industri) sesuai dengan program kurikulum sekolah menengah kejuruan yang bersangkutan. (Muslihudin, dkk, 2004)

oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.

Sumber :
Bahrul Falah. 1987. Konstribusi Orientasi Nilai Pekerjaan dan Informasi Karier terhadap Kematangan Karier (Skripsi). Bandung : PPB-FIP IKIP Bandung.
Hattari. 1983. Ke Arah Pengertian Bimbingan Karier dengan Pendekatan Developmental. Jakarta : BP3K.
Muslihudin, dkk. 2004. Bimbingan dan Konseling (Makalah). Bandung : LPMP Jawa Barat.

Fungsi Konseling

Fungsi Pelayanan Konseling

Pelayanan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatannya untuk semua klien atau pengguna. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan; pemahaman itu meliputi pemahaman tentang diri sendiri, lingkungan dan berbagai informasi yang diperlukan.
2. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kondisi bagi tercegahnya atau terhindarnya individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang akan dapat mengganggu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam kehidupan dan proses perkembangannya.
3. Fungsi pengentasan, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kondisi bagi terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan dalam kehidupan dan/atau perkembangannya yang dialami oleh individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan.
4. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan terpelihara dan terkembangannya berbagai potensi dan kondisi positif individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan dalam rangka perkembangan diri/kelompok secara mantap dan berkelanjutan.
5. Fungsi advokasi, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kondisi pembelaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan/ perkembangan yang dialami klien atau pengguna pelayanan konseling.

Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.


sumber: konselingindonesia.com

Pengertian Bimbingan dan Konseling (BK)

I. Pengertian secara Umum
Dalam bahasa Inggris "counseling" dikaitkan dengan kata "counsel" yang di artikan sebagai berikut:
a. Nasehat (to obtain counsel)
b. Anjuran (to give counsel)
c. Pembicaraan (to take counsel)
d. Dengan demikian konseling diartikan sebagai pemberian nasehat, anjuran dan pembicaraan dengan bertukar pikiran
Maka konseling dalam tinjauan terminologi (istilah) banyak dijumpai dalam literatur-literatur bimbingan dan konseling antara lain:
1. C. Patterson (1959) mengemukakan bahwa konseling adalah proses yang melibatkan hubungan antar pribadi antara seorang terapis dengan satu klien atau lebih, dimana terapis menggunakan metode-metode psikologis atas dasar pengetahuan sistematik tentang kepribadian manusia dalam upaya meningkatkan kesehatan mental klien.
2. Edwin C. Elwis (1970) mengemukakan bahwa konseling adalah suatu proses dimana orang yang bermasalah dibantu secara pribadi untuk merasa dan berprilaku yang lebih memuaskan melalui interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan informasi dan reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan prilaku yang memungkinkannya berhubungan secara efektif dengan dirinya dan lingkungannya.
3. Devision of 17 of The American Psychologocal Association (APA) merumuskan definisi konseling sebagai bekerja dengan individu atau kelompok yang berkaitan dengan masalah pribadi, sosial, pendidikan dan vokasional.
4. Menurut Williamson, konseling diartikan sebagai suatu proses personalisasi dan individualisasi untuk membnatu seseorang dalam mempelajari mata pelajaran di sekolah. Ciri-ciri prilaku sebagai warga negara dan nilai-nilai pribadi dan sosial serta kebiasaan dan semua kebiasaan lainnya, mempelajari keterampilan (skill), sikap dan kepercayaan yang dapat membantu dirinya selaku mahluk yang dapat menyesuaikan diri secara normal.

II. Definisi Konseling dalam Islam
Deefinisi Konseling dalam pendidikan Islam adalah suatu aktivitas memberikan bimbingan, pengajaran dan pedoman kepada anak didik yang dapat mengembangkan potensi akal pikirannya, kejiwaannya, keimanan dan keyakinannya serta dapat menanggulangi problematika di sekolah/madrasah dan keluarga dengan baik dan benar secara mandiri dan berparadigma kepada al-Quran dan As-Sunnah Rasulullah SAW serta aturan-aturan sekolah.

B. Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling
1. Bimbingan dan konseling di bidang vokasional (vocational Guidance and Counseling) yaitu bimbingan dan penyuluhan yang berhubungan dengan masalah jabatan atau pekerjaan yang perlu di pilih oleh murid sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing untuk masa sekarang dan yang akan datang.
2. Bimbingsn dan konseling dalam bidang kependidikan (Educational Guidance and Counseling) yaitu pemberian bimbingan yang menyangkut tentang pengambilan keputusan mengenai lapangan studi yang akan di pilih
3. Bimbingan dan konseling dalam kehidupan keagamaan (Religious Counseling) bertujuan untuk membantu pemecehan problema perseorangan dengan melalui keimanan menurut agamanya.

C. Sasaran Bimbingan dan Konseling
1. Pelayanan yang membantu siswa agar dapat lebih memahami tentang dirinya sendiri, terhadap bakat serta kemungkinan perkembangannya agar dapat dengan mudah mengungkapkan perasaan tertekan dan harapan ke alam sadarnya, serta melihat hal tersebut tanpa distorsi
2. Pelayanan yang membantu kepada pertumbuhan hidup sosial dan ketrampilannya ke arah sikap dan perasaan senang hidup bermasyarakat
3. Pelayanan terhadap kebutuhan siswa di bidang kesehetan mental dan fisik, keuangan dalam bentuk koperasi, pinjam meminjam, beasiswa, Student Employment Services (bagian urusan penemoatan kerja) adalah penting artinya bagi perkembangan studi mereka lebih lanjut

D. Teknik-Teknik Konseling Dalam Islam

1.Teknik yang bersifat lahir
Teknik yang bersifat lahir ini menggunakan alat yang dapat di lihat, di dengar atau dirasakan oleh klien (anak didik)yaitu dengan menggunakan tangan atau lisan antara lain:
a) Dengan menggunakan kekuatan, power dan otoritas
b) Keinginan, kesungguhan dan usaha yang keras
c) Sentuhan tangan (terhadap klien yang mengalami stres dengan memijit di bagian kepala, leher dan pundak)
d) Nasehat, wejangan, himbauan dan ajakan yang baik dan benar. Maksudnya dalam konseling, konselor lebih banyak menggunakan lisan yang berupa pertanyaan yang harus dijawab oleh klien dengan baik, jujur dan benar. Agar konselor bisa mendapatkan jawaban dan pernyataan yang jujur dan terbuka dari klien, maka kalimat yang dilontarkan konselor harus mudah dipahami, sopan dan tidak menyinggung perasaan atau melukai hati klien. Demikian pula ketika memberikan nasehat hendaklah dilakukan denagn kalimat yang indah, bersahabat, menenangkan dan menyenangkan.
e) Menbacakan do'a atau berdo'a dengan menggunakan lisan
f) Sesuatu yang dekat dengan lisan yakni dengan air liur hembusan (tiupan)

2. Teknik yang Bersifat Batin
Yaitu teknik yng hanya dilakukan dalam hati dengan do'a dan harapan namun tidak usaha dan upaya yang keras secara konkrit, seperti dengan menggunakan potensi tangan dan lisan. Oleh karena itulah Rosululloh bersabda "bahwa melakukan perbuatan dan perubahan dalam hati saja merupakan selemah-lemahnya iman".
Teknik konseling yang ideal adalah dengan kekuatan, keinginan dan usaha yang keras dan sungguh-sungguh dan diwujudkan dengan nyata melalui perbuatan, baik dengan tangan, maupun sikap yang lain. Tujuan utamanya adalah membimbing dan mengantarkan individu (anak didik) kepada perbaikan dan perkembangan eksistensi diri dan kehidupannya baik dengan Tuhannya, diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat.

E. KESIMPULAN
Bimbingan konseling dalam pendidikan Islam adalah suatu aktifitas memberikan bimbingan, pengajaran dan pedoman kepada anak didik yang dapat mengembangkan potensi akal pikiran, kejiwaan, keimanan dan keyakinannya serta dapat menanggulangi problematika dalam keluarga, seolah dan masyarakat dengan baik dan benar secara mandiri berdasarkan al Qur'an dan al Hadist. Dengan menggunakan teknik-teknik tertentu baik yang bersifat lahir ataupun batin yang dilakukan oleh guru BK/BP dalam lingkungan sekolah/madrasah.

DAFTAR PUSTAKA
Adz Dzaky, Hamdani Bakran. Konseling dan Psikoterapi Islam. Fajar Pustaka Baru: Yogyakarta, 2002
Arifin, Muhammad. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Golden Terayon Press: Jakarta, 2003

Ajaran Islam Yang Berkaitan Dengan Bimbingan Konseling

Bebicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton. Seperti tertuang dalam ayat berikut ini :
“Demi masa. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)

Dengan kata lain manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya.

“Berkata orang-orang tiada beriman:”Mengapa tiada diturunkan kepadanya (Muhammad) sebuah mukjizat dari Tuhannya?”
Jawablah :”Allah membiarkan sesat siapa yang Ia kehendaki, dan membimbing orang yang bertobat kepada-Nya.” (Ar-Ra’d :27)

Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa ada jiwa yang menjadi fasik dan adapula jiwa yang menjadi takwa, tergantung kepada manusia yang memilikinya. Ayat ini menunjukan agar manusia selalu mendidik diri sendiri maupun orang lain, dengan kata lain membimbing kearah mana seseorang itu akan menjadi, baik atau buruk. Proses pendidikan dan pengajaran agama tersebut dapat dikatakan sebagai “bimbingan” dalam bahasa psikologi. Nabi Muhammad SAW, menyuruh manusia muslim untuk menyebarkan atau menyampaikan ajaran Agama Islam yang diketahuinya, walaupun satu ayat saja yang dipahaminya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nasihat agama itu ibarat bimbingan (guidance) dalam pandangan psikologi.
Dalam hal ini Islam memberi perhatian pada proses bimbingan,. Allah menunjukan adanya bimbingan, nasihat atau petunjuk bagi manusia yang beriman dalam melakukan perbuatan terpuji, seperti yang tertuang pada ayat-ayat berikut :

“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh, maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya” (At-Tiin :4-5)

“Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan-keturunan anak-anak Adam dari tulang sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi). Kami lakukan yang demikian itu agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan :”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (Al-A’Raf :172)

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran:104)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalann-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An Nahl:125)

Ada beberapa ayat yang lebih khusus menerangkan tugas seseorang dalam pembinaan agama bagi keluarganya.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At Tahrim:6)

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (As-Syu’ara:214)

Sedangkan pada beberapa Hadits yang berkaitan dengan arah perkembangan anak diantaranya :

“Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR Baihaqi)

“Seseorang supaya mendidik budi pekerti yang baik atas anaknya. Hal itu lebih baik daripada bersedekah satu sha” (HR At Turmudzi)

“Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah budi pekertinya” (HR Ibnu Majah)

Selanjutnya yang berkaitan dengan perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa pada beberapa jenjang pendidikan, yaitu meliputi beberapa tipe konseling berikut ini :
1. Konseling krisis, dalam menghadapi saat-saat krisis yang dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan zat adiktif.
2. Konseling fasilitatif, dalam menghadapi kesulitan dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan pergaulan social.
3. Konseling preventif, dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dapat dihadapi dalam pergaulan atau sexual, pilihan karir, dan sebagainya.
4. Konseling developmental, dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa seperti pengembangan kemandirian, percaya diri, citra diri, perkembangan karir dan perkembangan akademik.
Dengan demikian, kebutuhan akan hubungan bantuan (helping relationship), terutama konseling, pada dasarnya timbul dari diri dan luar individu yang melahirkan seperangkat pertanyaan mengenai apakah yang harus diperbuat individu.
Dalam konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat disitimewakan. Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia disisi Allah SWT.
“…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al-Mujadalah 58:11)


B. Pendekatan Islami Dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Pendekatan Islami dapat dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dalam pelaksanaan bimbingan konseling yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan, dan seterusnya yang berkaitan dengan klien dan konselor.
Bagi pribadi muslim yang berpijak pada pondasi tauhid pastilah seorang pekerja keras, namun nilai bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, ini baginya adalah ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan konseling, pribadi muslim tersebut memiliki ketangguhan pribadi tentunya dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Selalu memiliki Prinsip Landasan dan Prinsip Dasar yaitu hanya beriman kepada Allah SWT.
2. Memiliki Prinsip Kepercayaan, yaitu beriman kepada malaikat.
3. Memiliki Prinsip Kepemimpina, yaitu beriman kepada Nabi dan Rasulnya.
4. Selalu memiliki Prinsip Pembelajaran, yaitu berprinsip kepada Al-Qur’an Al Karim.
5. Memiliki Prinsip Masa Depan, yaitu beriman kepada “Hari Kemudian”
6. Memiliki Prinsip Keteraturan, yaitu beriman kepada “Ketentuan Allah”
Jika konselor memiliki prinsip tersebut (Rukun Iman) maka pelaksanaan bimbingan dan konseling tentu akan mengarahkan klien kearah kebenaran, selanjutnya dalam pelaksanaannya pembimbing dan konselor perlu memiliki tiga langkah untuk menuju pada kesuksesan bimbingan dan konseling. Pertama, memiliki mission statement yang jelas yaitu “Dua Kalimat Syahadat”, kedua memiliki sebuah metode pembangunan karakter sekaligus symbol kehidupan yaitu “Shalat lima waktu”, dan ketiga, memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan dengan “puasa”. Prinsip dan langkag tersebut penting bagi pembimbing dan konselor muslim, karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) yang sangat tinggi (Akhlakul Karimah). Dengan mengamalkan hal tersebut akan memberi keyakinan dan kepercayaan bagi counselee yang melakukan bimbingan dan konseling.

“Dan hendaklah ada diantara kamu suatu umat yang menyeru berbuat kebaikan, dan menyuruh orang melakukan yang benar, serta melarang yang mungkar. Merekalah orang yang mencapai kejayaan.” (Ali Imran : 104)

Pada ayat tersebut memberi kejelasan bahwa pelaksanaan bimbiungan dan konseling akan mengarahkan seseorang pada kesuksesan dan kebijakan, dan bagi konselor sendiri akan mendapat nilai tersendiri dari Allah SWT. Para pembimbing dan konselor perlu mengetahui pandangan filsafat Ketuhanan (Theologie), manusia disebut “homo divians” yaitu mahluk yang berke-Tuhan-an, bebarti manusia dalam sepanjang sejarahnya senantiasa memiliki kepercayaan terhadap Tuhan atau hal-hal gaib yang menggetarkan hatinya atau hal-hal gaib yang mempunyai daya tarik kepadanya (mysterium trimendum atau mysterium fascinans). Hal demikian oleh agama-agama besar di dunia dipertegas bahwa manusia adalah mahluk yang disebut mahluk beragama (homo religious), oleh karena itu memiliki naluri agama (instink religious), sesuai dengan firman Allah SWT :

“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah (naluri) Allah yang telah menciptakan manusia menurut naluri itu, tidak ada perubahan pada naluri dari Allah itu. Itulah agama yang lurus, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Ar-Rum : 30)

Pada diri counselee juga ada benih-benih agama, sehingga untuk mengatasi masalah dapat dikaitkan dengan agama, dengan demikian pembimbing dan konselor dapat mengarahkan individu (counselee) kearah agamaya, dalam hal ini Agama Islam.
Dengan berkembangnya ilmu jiwa (psikologi), diketahui bahwa manusia memerlukan bantuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya dan muncullah berbagai bentuk pelayanan kejiwaaan, dari yang paling ringan (bimbingan), yang sedang (konseling) dan yang paling berat (terapi), sehingga berkembanglah psikologi yang memiliki cabang-cabang terapan, diantaranya bimbingan, konseling dan terapi.
Selanjutnya ditemukan bahwa agama, terutama Agama Islam mempunyai fungsi-fungsi pelayanan bimbingan, konselingdan terapi dimana filosopinya didasarkan atas ayat-ayat Alquran dan Sunnah Rosul. Proses pelaksanaan bimbingan, konseling dan psikoterapi dalam Islam, tentunya membawa kepada peningkatan iman, ibadah dan jalan hidup yang di ridai Allah SWT.



Daftar Pustaka

Abdul Rahman Saleh dan Muhbib Abdul Wahab. 2004. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, Jakarta : Kencana.

Andi Mappiare AT. 2002. Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Ary Ginanjar Agustian. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual– ESQ.Jakarta : Penerbit Arga.

Sahilun A. Nasir. 2002. Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja. Jakarta :Kalam Mulia.

Zakiah Daradjat. 2001. Kesehatan Mental. Jakarta : Toko Gunung Agung.

Zakiah Daradjat. 2002. Psikoterapi Islami. Jakarta : Bulan Bintang.

skripsi urgensi Bimbingan konse;ing Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan mampu menjadikan manusia sebagai manusia yang lebih mulia. Demikian pula dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peran yang Sangat penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa.
Dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam menghadapi era globalisasi dewasa ini, banyak ditemukan individu-individu yang materialistik, individualistik dan lain sebagainya, sehingga melahirkan prilaku yang menyimpang dari perkembangan potensi yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia sejak ia lahir.
Hal tersebut dapat terjadi karena kesalahan sistem pendidikan dan bimbingan yang diberikan sebelum nya, selain godaan setan yang memang diperkenankan oleh Allah untuk menggoda manusia. Oleh karena itu, dunia pendidikan pada saat ini sering dikritik oleh masyarakat yang dikarenakan adanya sejumlah pelajar dan lulusan pendidikan yang menunjukkan sikap yang kurang terpuji.
Keadaan seperti itu semakin menambah potret pendidikan semakin tidak menarik serta dapat menurunkan kepercayaan mayarakat terhadap wibawa dunia pendidikan. Padahal, pendidikan merupakan bimbingan terhadap perkembangan pribadi yang bersifat menyeluruh atau dapat diartikan sebagai usaha untuk membina kepribadian manusia sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan serta norma agama, yang dalam perkembangannya dapat berarti proses pendewasaan, sehingga dapat bertanggung jawab te rhadap diri sendiri secara biologis, psikologis, paedagogis dan sosiologis.
Pada umumnya manusia yang beradab setidak-tidaknya memiliki common sense (akal sehat) tentang pendidikan, bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia dalam seluruh aspek kehidupan dan penghidupan. Pendidikan mempunyai pengaruh yang dinamis dalam kehidupan manusia di masa depan. Pendidikan dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya secara optimal, yaitu pengembangan potensi individu yang setinggi-tingginya dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual, sesuai dengan tahap perkembangan serta karakteristik lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya di mana dia hidup.
Usia remaja merupakan masa transisi atau peralihan. Pada saat itu, terjadi suatu proses menuju pematangan intelektual, seni, spiritual dan jasmani guna membentuk kejelasan identitas (jati diri) saat menghadapi keraguan siapa sebenarnya dirinya, sehingga timbul gejolak emosi dan tekanan jiwa.
Menurut Muhammad Quthub, kekuatan spiritual pada diri manusia merupakan kekuatannya yang paling besar, paling agung dan paling mampu untuk berhubungan dengan hakikat wujud. Sedangkan kekuatan fisiknya hanya terbatas pada sesuatu yang dapat ditangkap oleh indra. Kemampuan akal, meskipun yang paling bebas, namun masih terbatas ruang dan waktu. Kekuatan spiritual tidak diketahui batas ataupun ikatannya. Dan hanya kekuatan spiritual yang mampu berkomunikasi dengan Allah.
Dalam dunia pendidikan, adanya bimbingan dan konseling memilki arti cukup penting untuk mengembangkan kepribadian anak, termasuk pula spiritualnya. Bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang terarah kepada seseorang/sekelompok orang secara terus-menerus dan sistematis oleh guru pembimbing agar individu/kelompok individu menjadi pribadi yang yang mandiri yaitu mengenal diri sendiri dan lingkungannya, menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, dapat mengambil keputusan dan mengarahkan diri sendiri. Adapun dalam kaitannya dengan spiritualnya, individu mampu melakukan hubungan/interaksi vertikal dengan Allah atau dengan kata lain untuk mewujudkan kaitan yang terus menerus antara jiwa dengan Allah dalam setiap kesempatan, perbuatan, pemikiran ataupun perasaan. Oleh karena itu, islam memberikan perhatian khusus terhadap spiritual yang merupakan sentral bagi manusia, karena spiritual merupakan penghubung manusia dengan Allah.
Salah satu sarana yang efektif untuk meningkatkan spiritual seseorang yaitu melalui ibadah. Karena dengan ibadah dapat melahirkan hubungan yang terus menerus serta perasaan mengabdi kepada Allah. Hikmah yang paling mendasar dari perasaan tersebut adalah mengaitkan hamba kepada Tuhannya, memperkokoh hubungan dengan-Nya.
Pada prinsipnya, semua manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang fitri, suci, bersih, sehat serta atribut-atribut positif lainnya. Oleh karena itu, sebagai makhluk ciptaan Allah, maka seharusnya manusia selalu berpegang teguh pada agama Allah (Islam), oleh karena itu diperlukan suatu upaya pengembangan potensi yang searah dengan tujuan Islam yaitu dengan Bimbingan dan Konseling Islam. BKI ini merupakan proses pemberian bantuan yang terarah, kontinyu dan sistematis kepada setiap individu agar dia dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah ke dalam diri, sehingga ia dapat hidup selaras dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadist. Bila internalisasi nilainilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Hadist itu tercapai dan potensi telah berkembang secara optimal, maka individu tersebut dapat menciptakan hubungan yang baik dengan Allah SWT, dengan manusia dan alam semesta dan inilah yang menjadi tinjauan dari BKI.
Betapapun baiknya sistem pendidikan tanpa dijalankan BK yang baik, maka program yang baik tidak ada gunanya. Dengan kata lain BK adalah bagian yang integral dalam pendidikan, bagian yang tak terpisahkan dengan pe ndidikan. Sebab pendidikan pada umumnya selalu berintikan bimbingan. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan individu anak.
Segala aspek diri anak didik harus dikembangkan termasuk spiritualitasnya. BKI adalah upaya membantu perkembangan aspek tersebut me njadi optimal, harmonis dan wajar.
Pelaksanaan BK terutama dalam aspek keagamaan (spiritualitas) di SMPI X diadakan kurang lebih dua kali dalam sebulan. Dalam pelaksanaannya, guru BK juga bekerja sama dengan guru agama. Namun, peran yang dilakukan oleh guru agama hanya sebatas memberikan materimateri pelajaran agama yang telah tercantum dalam kurikulum sekolah serta membantu menjalankan program yang dibuat oleh guru BK yaitu mengadakan program keagamaan khusus yang dikemas dalam program Kecakapan Penerapan Ibadah, yang meliputi kecakapan dalam ibadah sholat, kecakapan membaca dan menulis serta memahami kandungan/isi Al-Qur'an, kecakapan dalam mengamalkan sunnah rasul atau kegiatan keagamaan seperti tahlil, istighotsah, dan lain sebagainya. Dengan adanya program tersebut, diharapkan para siswa mampu mengembangkan potensi keagamaan/spiritualitasnya sehingga dapat menciptakan siswa yang memiliki kepribadian dan perilaku yang baik serta kepekaan yang tinggi terhadap agama.
Dari gambaran di atas dapat diketahui bahwa sebenarnya peranan BKI itu besar sekali manfaatnya, namun eksistensinya kurang disadari oleh banyak pihak terutama siswa di sekolah.
Berangkat dari argumen diatas itulah yang mendorong penulis untuk mengangkat permasalahan tentang ”URGENSI BIMBINGAN KONSELING ISLAM TERHADAP PERKEMBANGAN SPIRITUALITAS SISWA SMPI X DESA X KECAMATAN X KABUPATEN X”.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi spiritualitas siswa sebelum pelaksanaan BKI di SMPI X Desa X Kecamatan X Kabupaten X?
2. Bagaimana pelaksanaan BKI terhadap perkembangan spiritualitas siswa di SMPI X desa X Kecamatan X Kabupaten X?
3. Bagaimana kondisi spiritualitas siswa setelah pelaksanaan BKI di SMPI X Desa X Kecamatan X Kabupaten X.
4. Seberapa jauh urgensi BKI terhadap perkembangan spiritualitas siswa SMPI X desa X Kecamatan X Kabupaten X?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Ingin mengetahui kondisi spiritualitas siswa sebelum pelaksanaan BKI di SMPI X Desa X Kecamatan X Kabupaten X.
2. Ingin mengetahui pelaksanaan BKI terhadap perkembangan spiritualitas siswa di SMPI X desa X Kecamatan X Kabupaten X.
3. Ingin mengetahui kondisi spiritualitas siswa setelah pelaksanaan BKI di SMPI X Desa X Kecamatan X Kabupaten X.
4. Ingin mengetahui urgensi BKI terhadap perkembangan spiritualitas siswa SMPI X desa X Kecamatan X Kabupaten X.

D. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas tentang pelaksanaan BKI terhadap perkembangan spiritualitas yang ditinjau melalui penilaian atau kegiatan ibadah sholat.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan pemikiran pada lembaga akademis IAIN Sunan Ampe l Surabaya khususnya Fakultas Dakwah jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) serta sebagai rujukan pada masyarakat dan para ilmuwan, serta mahasiswa yang berkecimpung di bidang bimbingan dan konseling islam tentang upaya mengembangkan spiritualitas siswa.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan kepada para pengemban pendidikan dapat dijadikan referensi serta input tentang urgennya eksistensi BKI bagi sebuah lembaga pendidikan sehingga penanganannya lebih professional.

F. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya kekeliruan dan kesalahan dalam memahami judul skripsi ini, maka perlu adanya pembatasan pengertian serta pembatasan terhadap judul skripsi “URGENSI BIMBINGAN KONSELING ISLAM TERHADAP PERKEMBANGAN SPIRITUALITAS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA ISLAM X DESA X KECAMATAN X KABUPATEN X”.
URGENSI : Hal perlunya atau pentingnya tindakan yang cepat atau segera.
BIMBINGAN KONSELING ISLAM : Proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu agar bisa hidup selaras sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah, serta bisa memahami dirinya dan bisa memecahkan masalah yang dihadapainya sehingga mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
PERKEMBANGAN : Proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan.
SPIRITUALITAS : Berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin)
Dari definisi istilah-istilah tersebut, maka yang dimaksud dengan urgensi bimbingan konseling islam yaitu pentingnya eksistensi atau pelaksanaan bimbingan konseling islam. Sedangkan perkembangan spiritualitas yaitu proses perkembangan (meningkat atau menurun) keagamaan seseorang dari waktu ke waktu. Adapun perkembangan spiritualitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat perkembangan ibadah sholat, yang meliputi pemahaman tentang syarat dan rukun serta pelaksanaan sholat.

G. Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dalam sebuah penelitian, hipotesis perlu dimunculkan sebagai gambaran awal kondisi yang diteliti. Hipotesis hanyalah sebagai pijakan awal bukan kesimpulan. Langkah ini harus dilakukan supaya penelitian bisa berjalan sistematis, terarah dan mencapai apa yang menjadi tujuan. Hipotesis dapat dipandang sebagai konklusi yang sifatnya sementara atas dasar pengetahuan-pengetahuan. Mengingat hipotesis merupakan suatu pedoman dalam penelitian, maka penulis merumuskan sebagai berikut :
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Hipotesis alternatif dikatakan juga hipotesis kerja yang disingkat Ha. Hipotesis alternatif menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y atau adanya perbedaan diantara X dan Y. Adapun rumusan hipotesisnya sebagai berikut :
“Ada perbedaan yang signifikan antara spiritualitas siswa sebelum mendapatkan BKI dan sesudah mendapatkan BKI”.
2. Hipotesis Nihil (Ho)
Hipotesis nol menyatakan adanya persamaan atau tidak adanya perbedaan antara dua kelompok variabel atau lebih. Adapun rumusan hipotesisnya sebagai berikut :
”Tidak ada perbedaan yang signifikan antara spiritualitas siswa sebelum mendapatkan BKI dan sesudah mendapatkan BKI”.
Dari hasil uji hipotesis, maka akan diketahui bahwa ada tidaknya atau besar kecilnya urgensi BKI terhadap Perkembangan Spiritualitas Siswa.

H. Sistematika Pembahasan
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membagi atas beberapa bab. Setiap bab dibagi atas beberapa sub, yang mana isinya antara yang satu dengan yang lain saling berkaitan, dengan maksud agar mudah untuk dipahami.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, definisi operasional, hipotesis dan sistematika pembahasan.
BAB II : KERANGKA TEORITIK
Bab ini menerangkan kajian pustaka tentang Bimbingan Konseling Islam dan spiritualitas, urgensi BKI terhadap perkembangan spiritualitas siswa, kajian teorik, serta kajian kepustakaan penelitian terdahulu.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini akan menjelaskan tentang metode penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, obyek penelitian, sampel dan teknik sampling, variabel penelitian dan indikator variabel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data .
BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini menguraikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang meliputi, sejarah berdirinya SMPI X, Letak Geografis, keadaan Guru dan karyawan serta siswa. Selain itu juga membahas tentang penyajian data, pengujian hipotesis dan analisis data yang terkait dengan hasil kuisioner dengan alat bantu prosedur dan rumus statistik, serta pembahasan hasil penelitian.
BAB V : PENUTUP
Bab ini meliputi kesimpulan dan rekomendasi serta saran.

SKRIPSI BIMBINGAN KONSELING/PSIKOLOGI PENDIDIKAN

1. HUB. ANTARA BIMBINGAN BELAJAR DI RUMAH DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELASI I SMUN 8 SURABAYA (2001)
2. HUB. KONDISI KERUKUNAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II SMU SEJAHTERA 1 SURABAYA (2000)
3. TANGGAPAN ORANG TUA SISWA TERHADAP MAKNA BIMBINGAN DAN KONSELING DI SLTP N 2 BEJI PASURUAN (2002)
4. HUB. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PEMAHAMAN AJARAN AGAMA ISLAM PADA ANAK DIDIK SLTPN 21 SURABAYA (2000)
5. PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR DI SMU AL ISLAMIYAH PUTAT TANGGULANGIN (2002)
6. HUB. BIMBINGAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II SLTP JALAN JAWA SURABAYA (2002)
7. HUB. LAYANAN INFORMASI BIMBINGAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SLTPN KRISTEN PETRA I SURABAYA (2001)
8. PENGARUH PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING ORANG TUA ANAK LUAR BIASA TERHADAP PRESTASI BELAJAR DI SLB BHAKTI LUHUR MALANG (2003)
9. PERANAN GURU SEBAGAI PROFESIONALISME DALAM MENDIDIK MEMBIMBING DAN MENGAJAR SISWA DI SLTP TAMAN SISWA PRIGEN PASURUAN (2002)
10. PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ALB TERHADAP PERUBAHAN TINGKAH LAKU SISWA SLTP/LB BHAKTI LUHUR MALANG (2003)
11. PENGARUH EKONOMI KELUARGA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI SMP TAMAN DEWASA PRIGEN (2002)
12. HUB. BIMBINGAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II SLTP ”YOPITA” SURABAYA (2002)
13. HUB. ANTARA KONDISI LINGKUNGAN SEKOLAH DENGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS II SLTP PGRI 1 SURABAYA (2001)
14. STUDI LAYANAN INFORMASI DAN ORIENTASI SEBELUM PRAKTEK KLINIK TERHADAP PENCAPAIAN KOMPETENSI LAYANAN KEBINAAN DI AKBID DEPKES SUTOMO SURABAYA (2001)
15. HUB. KEGMARAN MENDENGARKAN MUSIK DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II DALAM BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS DI SMK PAWIYATAN SURABAYA (2002)
16. HUB. AKTIVITAS BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II A SLTP JALAN JAWA KOTAMADYA SURABAYA (2002)
17. HUB. AKTIVITAS BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SLTP GEMA 45 SURABAYA (2002)
18. PENGARUH LAYANAN INFORMASI BIDANG BIMBINGAN BELAJAR MAHASISWA TINGKAT II AKPER BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO (2002)
19. HUB. KEGIATAN MONOTON ACARA TELEVISI DENGAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA SLTPN 2 SURABAYA (2000)
20. PELAKSANAAN PROGRAM PERKEMBANGAN KEMAMPUAN DASAR DAYA CIPTA ANAK TK DITINJAU DARI KURIKULUM 1994 DI TK KELAS A KURNIA RAHMAT SURABAYA (2000)
21. HUB. BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KESULITAN BELAJAR SISWA DI SLTP MUHAMMADIYAH 1 SUMBEREJO BOJONEGORO (2002)
22. PENGARUH PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK PARA SEKOLAH DI TK AISYIAH BUSTANUL ATHFAL PANDAAN (2000)
23. HUB. ANTARA LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR SOSIAL DENGAN KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS II SMU PGRI 8 SURABAYA (2000)
24. HUB. MINAT MASUK AKPER DENGAN PRESTASI BELAJAR BIDANG STUDI PRAKTEK KEPERAWATAN (2000)
25. HUB. PEMBERIAN LAYANAN INFORMASI BIMBINGAN BELAJAR DENGAN PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR KELAS II SLTP ISLAM PASURUAN (2002)
26. HUB. LAYANAN KONSELING PADA CALON PENGANTIN WANITA DENGAN PERSIAPAN FISIK PRANIKAH DI KEC. GENDING KAB. PROBOLINGGO (2002)
27. HUB. TINGKAT SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN ANAK PADA PENDIDIKAN TK NGAGEL JL. NGAGEL NO. 21 SURABAYA (2003)
28. HUB. BIMBINGAN ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BALAJAR SISWA KELAS II SLTP LILWATHON SURABAYA (2000)
29. HUB. ANTARA LAYANAN INFORMASI BIMBINGAN SOSIAL DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH (2000) boleh

30. HUB. ANTARA BIMBINGAN SOSIAL DENGAN AKTIVITAS SOSEIAL SISWA KELAS II SMU MUJAHIDIN SURABAYA (2001)
31. HUB. PAI DENGAN PEMAHAMAN AJARAN AGAMA ISLAM PADA ANAK DIDIK SLTPN 21 SURABAYA (2001)
32.PENGARUH METODE BERMAIN TERHADAP PENGEMBANGAN DAYA PIKIR ANAK TK DHARMA WANITA JL. KUTILANG III GENDANGAN SIDOARJO (2002)
33. PENGARUH PEMBERIAN LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL SEKOLAH TERHADAP KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS II MTS BAHRUL ULUM GYAM KEC. NGASEM KAB. BOJONEGORO (2002)
34. HUB. BIMBINGAN KARIER DENGAN MOTIVASI KERJA SISWA SMUN 5 SURABAYA (2000)
35. PERANAN PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP KEDISIPLINAN BELAJAR ANAK DI MADRASAH ALIYAH YAHARI DESA BANGSRE KEC. SUKONO KAB. SIDOARJO (2002)
36. PERANAN GURU DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN SD POGALAN IV DI TRENGGALEK SEBAGAI SD PAMONG (2002)
37. PENGARUH LAYANAN INFORMASI BIDANG BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KREATIVITAS ANAK TK NEGERI KUNCUP BUNGA SURABAYA (2002)
38. KENDALA YANG DIALAMI GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK TK DI KEC. RUNGKUT (2001)
39. HUB. ANTARA LAYANAN INFORMASI BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II A2 SMKN 3 PROBOLINGGO (2000)
40. STUDI TENTANG MINAT SISWA DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN BIMBINGAN PRIBADI DI SLTPN 6 SURABAYA (2002)
41. HUB. ANTARA BIMBINGAN SOSIAL DENGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS II SLTP PGRI SURABAYA TAHUN AJARAN 2000-2001 (2001)
42. PENGARUH PENGGUNAAN METODE BERCERITA DALAM PEMBELAJARAN TERHADAP KRESIFITAS ANAK TK AL-HIDAYAH GENDANGAN SIDOARJO (2003)
43. HUB. LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN DEPKES SUTOMO SURABAYA SEMESTER II JALUR KHUSUS (2002)
44. PENGARUH EKONOMI KELUARGA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI SLTP MAARIF LAWANG (2002)
45. MINAT SISWA DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN KONSELING DI SEKOLAH KESEHATAN TNI AL SURABAYA TAHUN AJARAN 1999/2000 (2000)
46. HUB. ANTARA GURU MATA PELAJARAN DALAM PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS I SLTP PGRI I SURABAYA (2002)
47. STUDI TENTANG PERLUNYA BIMBINGAN DAN KONELING MELALUI PENDEKATAN PROBLEM CHECK LIST (2001)
48. HUB. ANTARA DISIPLIN KELUARGA DENGN PRESTASI BELAJAR SISWA MTS I TALUN SUMBER REJO BOJONEGORO (2002)
49. PENGARUH LAYANAN INFORMASI BIDANG BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KREATIVITAS ANAK TK PERWANIDA PEFUNGSRI PANDAAN (2002)
50. HUB. LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS I SMUK ST. LOUIS I SURABAYA (2002)
51. HUB. ANTARA LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS II SMKN 8 SURABAYA (2003)
52. TANGGAPAN SISWA TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KARIER DALAM MENGHADAPI DUNIA KERJA DI KELAS II SLTPN 2 SUKODONO SIDOARJO (2001)
53. HUB. ANTARA LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL DENGAN PERUBAHAN TINGKAH LAKU SISWA KELAS III SLTP BARU NAWATI SURABAYA (2001)
54. HUB. POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KREATIVITAS ANAK TK KELOMPOK B DI TK AISYIAH I PURANG ANOM SIDOARJO (2002)
55. PENGARUH PEMBERIAN LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PERILAKU SISWA KELAS II MTs MUHAMMADIYAH 2 KEDUNGADEM BOJONEGORO (2002)
56. HUB. ANTARA PENYESUAIAN DIRI DI BIDANG AKADEMIK DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT I ANGKATAN 2000 AKPER BINA SEHAT PPNI KAB. BOJONEGORO (2002)
57. TANGGAPAN SISWA TERHADAP PERANAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMU MA’ARIF LAWANG (2002)
58. HUB. ANTARA MOTIVASI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA MTs I TALUN SUMBER REJO BOJONEGORO (2002)
59. TANGGAPAN ORANG TUA SISWA TERHADAP PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DI SREKOLAH MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI WONOREJO (2002)
60. HUB. KEBIASAAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS I SLTP JALAN JAWA KOTAMADYA SURABAYA (2002)
61. HUB. LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS II SLTP MA’ARIF HASANUDIN SURABAYA (2002)
62. HUB. KEGIATAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KESULITAN BELAJAR SISWA DI SPK PAMEKASAN (2000)
63. HUB. LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR SISWA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS I SMUN GIKI 1 SURABAYA (2000)
64. STUDI TENTANG MOTIVASI SISWA DALAM MEMANFAATKAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SLTPN 22 SURABAYA (2000)
65. HUB. ANTARA BIMBINGAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR DI SLTPN 23 SURABAYA (2001)
66. PERBEDAAN SIKAP SOSIAL PRIA DAN WANITA DI SMU MUJAHIDIN SURABAYA (2001)
67. PERAN GURU DALAM MEMBERI SOLUSI SISWA YANG BROKEN HOME DI SLTP K PANTI PARAMA PANDAAN (2002)
68. HUB. ANTARA BIMBINGAN SOSIAL DENGAN PERUBAHAN PERILAKU SISWA KELAS II SLTP TRI BHAKTI TANGGULANGIN SIDOARJO (2001)
69. HUB.ANTARA METODE BERCERITA DENGAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK DIDIK DI TK ISKANDAR SAID SURABAYA (2002)
70. HUB. ANTARA BIMBINGAN KARIR TENTANG INFORMASI JABATAN DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS II SLTP NEGERI SURABAYA (2000)
71. HUB. ANTARA SOSIAL ORANG TUA DENGAN DAYA CIPTA ANAK (2002)
72. HUB. BIMBINGAN ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SLTP AL-AMIN RUNGKUT SURABAYA (2000)
73. HUB. ANTARA AKTIVITAS PETUGAS BIMBINGAN DI SEKOLAH DENGAN KEMANDIRIAN SISWA SLTP (2000)
74. STUDI EFEKTIVITAS SARANA BERMAIN DALAM PENGEMBANGAN DAYA PIKIR DAN KETRAMPILAN MOTORIK ANAK TK. CITRA BANGSA DI SURABAYA (2000)
75. UPAYA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA SLTP YAYASAN PANDAAAN (2000)
76. STUDI TENTANG TINGKAT KECERDASAN EMOSIONAL KELAS II-I SMU NEGERI 16 SURABAYA (2001)
77. HUB. PEMANFAATAN WAKTU SENGGANG DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMUN 16 SURABAYA (2002)
78. PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMUN 16 SURABAYA (2002)
79. BIMBINGAN BELAJAR HUBUNGANNYA DENGAN KEBIASAAN BELAJAR SISWA SMU SEJAHTERA 2 SURABAYA (2002)
80. PERANAN BIMBINGAN BELAJAR EFEKTIF SISWA KELAS II SLTP N 2 SURABAYA (2002)
81. HUB. ANTARA KEGEMARAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN AGRESIVITAS SISWA KELOMPOK BTK AL-FALAH SURABAYA (2002)
82. HUB. ANTARA BIMBINGAN ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SLTP (2002)
83. HUB. KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING MINAT SISWA MENDAPAT LAYANAN BIMBINGAN BELAJAR DI SLTPN 3 SURABAYA
84. HUB. ANTARA LAYANAN BIMBINGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DI RUMAH BERSALIN KARTIKA JAYA SURABAYA (2002)
85. HUB. LAYANAN BIMBINGAN DENGAN KELANCARAN PERSALINAN NORMAL DI RS IBI SURABAYA (2002)
86. PENGARUH SIKAP SOSIAL DAN KEDISIPLINAN SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH (2002)
87. HUB. KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DENGAN KEDISIPLINAN SISWA SLTP 37 SURABAYA (2002)
88. HUB. BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS I SMKN 6 SURABAYA II MARGO REJO KLONOCOLO (2000)
89. HUB. MENONTON TELEVISI TERHADAP KETRAMPILAN MOTORIK KASAR ANAK-ANAK TK KARSA BHAKTI TANGKIS TURI KOTA SURABAYA (2000)
90. HUB. ANTARA BIMBINGAN BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SLTP KEPANJEN 1 SURABAYA (2002)
91. PENGARUH BIMBINGAN PRIBADI TERHADAP PENINGKATAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMU MUH 8 TANGGULANGIN (2002)
92. STUDI TENTANG BIMBINGAN SOSIAL DI SEKOLAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA SISWA KELAS II SLTPN XII SURABAYA (2000)
93. HUB. LAYANAN BIMBINGAN SOSIAL DENGAN KEMANDIRIAN SOSIAL KELAS II SLTP 14 SURABAYA (2000)
94. PENGARUH LAYANAN INFORMASI BIMBINGAN TERHADAP PERKEMBANGAN DISIPLIN SISWA TK AMONG SISWA SURABAYA (2000)
95. PENGARUH PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN PEMBERIAN TUGAS TERHADAP KEAKTIFITAS ANAK TK DHARMA DANTA TANGGULANGIN SIDOARJO (2002)
96. PENGARUH PELAKSANAAN BIMBINGAN BELAJAR DI SEKOLAH TERHADAP AKTIFITAS SISWA KELAS II SLTP YPPI 3 SURABAYA (2000)
97. PENGARUH LAYANAN INFORMASI BIDANG BIMBINGAN SOSIAL TERHADAP PERKEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK TK AISYIAH I PUCANG ANOM SIDOARJO (2003)
98. PERBEDAAN PENGGUNAAN METODE TUGAS MANDIRI DAN METODE TUGAS DITUNGGUI TERHADAP KRESTIFITAS ANAK TK. COKROAMINOTO (2002)
99. TANGGAPAN ORANG TUA SISWA TERHADAP PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMU N PURWOSARI (2002)
100. HUB. BIMBINGAN BELAJAR DI SEKOLAH DENGAN CARA BELAJAR EFEKTIF SISWA KELAS II DI SLTP BAHAUDIN TAMAN SIDOARJO (2002)
101. HUB. KEGIATAN LAYANAN INFORMASI BIMBINGAN DENGAN MINAT BELAJAR SISWA SMU MUJAHIDIN SURABAYA TAHUN PELAJARAN 2000-2001 (2001)
102. HUB. ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSI SISWA KELAS III SLTPN 21 SURABAYA TAHUN PELAJARAN 1999-2000 (2000)
103. PENGARUH LAYANAN INFORMASI BIDANG BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KEDISIPLINAN BELAJAR ANAK TK DHARMA WANITA TANGGULANGIN SIDOARJO (2002)
104. PENGARUH PERANAN TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KARIR SISWA KELAS III SMKN 1 SURABAYA (2002)
105.. PENGARUH KOMUNIKASI YANG HARMONIS DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI SLTP JALAN JAWA SURABAYA (2001)
106. KENDALA GURU DALAM MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK TK DI KEC. WARU KAB. SIDOARJO (2003)
107. EFEKTIVITAS PENGAJARAN REMIDI PADA SISWA SD JATINGALEH DALAM 02 SEMARANG TAHUN AKADEMIK 2002-2003 (2003)
108. HUB. ANTARA MINAT BELAJAR MOTIVASI BERPRESTASI SISWA KELAS IV DAN V SDN KALI BUNTU WETAN KENDAL TAHUN PELAJARAN 1999/2000 (2000)
109. PENGARUH LAYANAN KONSULTASI GURU DENGAN WALI SISWA TERHADAP PERUBAHAN TINGKAH LAKU SISWA PADA SMK N 5 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2001/2002 (2003)
110. KORELASI ANTARA NEM SD DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS I CAWU 1 SLTPN I CEPIRING TAHUN PELAJARAN 1999/2000 (2000)
111. KORELASI ANTARA NEM SD DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS I CAWU 1 SLTPN I PEGANDON TAHUN PELAJARAN 1998/1999 (1999)
112. IBU RUMAH TANGGA YANG BEROPERASI SEBAGAI GURU DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA DI KECAMATAN PLANTUNGAN KENDAL (2002)
113. PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA ANTARA YANG MENGGUNAKAN MEDIA SEMPOA DENGAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN MEDIA SEMPOA PADA SISWA KELAS II SD KANISIUS KURMOSARI ½ SEMARANG (2003/2004)
114. PERANAN GURU PEMBIMBING DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI SLTP 2 PAGERUYUNG KENDAL (2003)
115. STUDI DESKRIPSI TENTANG KEBIASAAN BELAJAR SISWA DI SD 1 WONODADI KEC. PLATUNGAN KENDAL (2002)
116. MINAT MEMBELI BARANG BERMEREK TERKENAL PADA REMAJA DI TINJAU DARI KONSEP DIRI (2003)
117. HUB. BIMBINGAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SDN WELAHAN 03 KEC. WELAHAN KAB. JEPARA (2003/2004)
118. PENGARUH LAYANAN PEMBELAJARAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SDN KALISARI 1 KOTA SEMARANG (2003/2004)
119. STUDI KORELASI ANTARA KOMUNIKASI SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SDN JATIREJO KEC. SURUH KAB. SEMARANG (2002)
120. PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD DAERAH BINAAN 1 KEC. NALUM SARI JEPARA (2002)
121. STUDI KORELASI ANTARA MINAT BACA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SDN SOBOREJO 01 KEC PRINGSURAT KAB. TEMANGGUNG TAHUN 2002/2003 (2003)
122. PENGARUH MEONTON TELEVISI TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SDN REJOSARI SEMARANG (2003)
123. STUDI DESKRIPTIF TENTANG KENAKALAN REMAJA DI SMUN 2 TEMANGGUNG (2004)
124. KORELASI ANTARA PENGGUNAAN WAKTU SENGGANG DENGAN KENAKALAN ANAK PADA SISWA SD MLATIHARJO PATEAN KENDAL (2002)
125. STUDI KEBIASAAN BELAJAR SISWA SD BANGETAYU WETAN 02 KEC. GENUK SEMARANG TAHUN PELAJARAN 1999/2000 (2000)
126. HUB. BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SD 2 WADAS KEC. PLATUNGAN KAB. KENDAL (2001/2002)
127. HUB. ANTARA DISIPLIN DALAM KELUARGA DENGAN DISIPLIN TERHADAP TATA TERTIB DI SEKOLAH SISWA KELAS II SLTP N 1 PEGANGON KENDAL TAHUN PELAJARAN 1999/2000 (2000)
128. KORELASI ANTARA LAYANAN BIMBINGAN KARIER DENGAN PEMILIHAN STUDI LANJUT PADA SISWA KELAS III SLTP SULTAN AGUNG KALINYAMATAN KAB. JEPARA (2004)
129. PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) SISWA KELAS VI PADA TENGAH SEMESTER I SD SE DAERAH BINAAN KEC. NALUM SARI KAB. JEPARA TAHUN PELAJARAN 2002/2003 (2003)
130. HUB. TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP KEPEDULIAN PADA PENDIDIKAN ANAKNYA (2003)
131. BIMBINGAN SOSIAL HUBUNGANNYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI SISWA DI SLTP GEMA 45 SURABAYA (2001)
132. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA DI SLTP N 2 WARU SIDOARJO (2003)
133. EFEKTIVITAS FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING PADA SISWA KELAS II-B DI SLTP N 25 SURABAYA (2001)
134. CIRI-CIRI KEPRIBADIAN GURU PEMBIMBING YANG DIINGINKAN SISWA KELAS I DAN II SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2004/2005 (2005)
135. MANFAAT BUKU KEGIATAN SISWA DALAM KAITANNYA DENGAN PROSES BIMBINGAN DI KELAS II SD MUHAMMADIYAH SAPEN CABANG NITIKAN YK (2003)
136. PEMAHAMAN TERHADAP KEHIDUPAN SEORANG HOMOSEKS STUDI KASUS PADA DAVID KUSNADI (2002)
137. HUB. CARA BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SDN DI KEC. SUMBEREJO KAB. BOJONEGORO (2002)
138. STUDI KELAYAKAN BIMBINGAN SEKS PADA SISWA KELAS VI DI SDN SAMIRONO TAHUN AJARAN 2005/2006 (2006)